Subject: Statement from Dili on U.S. Independence Day
The following statement was released in Dili on 6 July 2002 Looking even further into the past, in December 1975, several hours after the American President Gerald Ford and the American Foreign Minister Henry Kissinger left Jakarta, Indonesian troops immediately launched their land, sea and sky invasion into East Timor. And from Hawaii, Kissinger in a press conference stated, "if we had to choose between East Timor and Indonesia, The United States would certainly choose Indonesia". We also know that 90% of the weapons that were used for the invasion came from the USA. Such is the reason why the USA always prevented any UN action to stop the invasion and the Jakarta regimes subsequent occupation, because, for the USA, Indonesia was a place for many important business deals. At the time of the Jimmy Carter government, in 1977, military aid and the sale of weapons to the value of US$112 million continued. Indonesia used napalm bombs, also made in the United States, to murder East Timorese refugees in the mountains, such as on Matebian Mountain, people who had run there to be safe from attacks and to carry out the long term struggle of the Maubere people which was in place at the time. This close relationship with Indonesia continued even after hundreds of people were killed and injured in Santa Cruz cemetery on the 12th of November 1991. This support even continued in the time of Bill Clinton's presidency, in the midst of strong criticism from members of Congress and the American people. However, military aid and training amounting to US$500 million continued to be disbursed to the Indonesian government at this time. Immunity from the law for American troops, recently advocated to protect them from the jurisdiction of the International Criminal Court, also demonstrates the arrogance and tyranny of the United States. We will not be silent and wait for the perpetrators of crimes against
humanity to realise their sins and admit to and apologise for what they
have done. We call upon the United States Government, that today
celebrates its 226th anniversary of independence, to apologise for their
complicity in 24 years of Indonesian occupation in East Timor. We also
call on the United States government not to re-establish military ties
between the United States and the Indonesian government. Finally, we call
upon the United States government not to prevent the establishment and
processes of an International War Crimes Court for East Timor. Fight for
Justice now!!! see also US Embassy action sparks controversy from Manuel Carrascalao
Invasi militer pemerintahan Orde Baru Soeharto pada tanggal 7 Desember tahun 1975 merupakan tindakan ilegal yang melecehkan keadilan dan mengesampingkan rasa kemanusiaan. Selama 24 tahun rakyat Timor Lorosa'e hidup dalam penindasan, pembunuhan, pemerkosaan, perampasan hak hidup dan perampokan kekayaan alamnya. Kedatangan militer Indonesia ke bumi Lorosa'e adalah kedatangan para serdadu yang membawa malapetaka. Adalah kedatangan malaikat pencabut nyawa yang diutus dari negeri Paman Sam. Mereka menggalang kekuatan militer dalam sebuah proyek genosida. Dunia mengetahuinya. Rakyat Amerika mengetahuinya tetapi tidak menghentikannya, dan malah berhasil membuat berbagai propaganda untuk mengesahkan invasi mereka. Kita bisa melihatnya dari berbagai fakta, dimana Amerika Serikat, sebuah negara besar yang mengagung-agungkan demokrasi dan hak asasi manusia malah memberikan dukungan penuh terhadap tindakan yang anti kemanusiaan tersebut. Lebih jauh lagi kebelakang, pada Desember 1975, beberapa jam setelah presiden Gerald Ford dan Menteri Luar negeri Amerika Serikat Henry Kissinger meninggalkan Jakarta, tentara Indonesia langsung melancarkan invasi lewat laut, darat dan udara ke Timor Lorosa'e. Dan dari Hawaii, Kissinger dalam konferensi pers menyatakan, "kalau harus memilih antara Timor-Timur dan Indonesia, Amerika Serikat pasti memilih Indonesia. Dan kita pun tahu, bahwa 90% senjata yang digunakan untuk invasi tersebut berasal dari USA. Inilah sebabnya mengapa USA selalu menghalangi tindakan PBB untuk menghentikan invasi dan pendudukan rezim Jakarta karena bagi USA, Indonesia merupakan sebuah negara dimana mereka banyak melakukan hubungan bisnis. Pada masa pemerintahan Jimmy Carter, 1977, bantuan militer dan penjualan senjata seharga US$112 juta terus berlanjut. Indonesia menggunakan bom napalm yang juga buatan USA untuk membunuh pengungsi Timor Lorosa'e yang ada di gunung-gunung seperti di gunung Matebian, dalam menghindari serbuan sambil mengatur strategi perjuangan jangka panjang rakyat Maubere bertahan waktu itu. Hubungan erat dengan Indonesia ini terus berlanjut ketika ratusan manusia terbantai di Santa Cruz pada tanggal 12 November 1991. juga pada jaman pemerintahan Bill Clinton yang mendapat tekanan keras dari Anggota Kongres dan Publik Amerika. Namun latihan militer dan bantuan sebesar US$500 juta terus mencair dan berlanjut ke pemerintahan Indonesia. Kekebalan hukum yang disandang oleh tentara Amerika yang melindungi mereka dari jangkauan International Criminal Court, menunjukkan arogansi dan tirani negara Amerika Serikat. Kami tidak akan berdiam diri dan sekedar menanti kebaikan hati para
pelaku-pelaku kejahatan kemanusiaan untuk meminta maaf dan mengakui
kesalahannya. Kami menuntut kepada pemerintah Amerika Serikat, yang hari
ini merayakan ulang tahun kemerdekaannya yang ke 226, untuk meminta maaf
atas keterlibatannya selama 24 tahun pendudukan militer Indonesia. Kami
juga menuntut pemerintah Amerika Serikat agar tidak membuka lagi hubungan
kerja sama militer antara pemerintah Amerika Serikat dengan pemerintah
Indonesia. Kami juga meminta pemerintah Amerika Serikat agar tidak
menghalang-halangi proses pengadilan Internasional bagi pengjahat perang
di Timor Lorosa'e. Tegakkan Keadilan Sekarang Juga!!! Back to July menu Note: For those who would like to fax "the powers that be" - CallCenter is a Native 32-bit Voice Telephony software application integrated with fax and data communications... and it's free of charge! Download from http://www.v3inc.com/ |