Groups Urge Bush Not to Offer Military
Assistance to Indonesian President
For Immediate Release
Contact: John M. Miller, 917-690-4391 (cell)
November 18 - A wide range of U.S.
organizations have urged President Bush "to refrain from
promising any military assistance to Indonesia’s armed
forces" on his upcoming visit to Indonesia.
President Bush will meet with Indonesia's
President Susilo Bambang Yudhoyono in Bogor on Monday.
In a letter to Bush,
human rights, labor, religious, peace and other groups
called "restrictions on U.S. assistance to the Indonesian
military are essential to promote concrete, demonstrable
progress in the areas of military reform, accountability,
and respect for human rights in Indonesia and Timor-Leste."
The groups urged the president "to maintain
the best leverage the U.S. has - withholding prestigious
U.S. military assistance, including foreign military
financing and training such as IMET and JCET - to
demonstrate that the U.S. government’s commitment to these
issues goes deeper than words to actual action."
The letter cites ongoing human rights
violations, military involvement in illegal businesses and
militia, and the "territorial command" system, through which
the military operates a shadow government, exerting undue
influence.
"Indonesia’s human rights courts have proven
incapable of bringing Indonesian military and police
perpetrators of serious human rights violations to
justice...," the letter states. "No senior officials have
been convicted for the widespread crimes against humanity
and war crimes committed in Timor-Leste from 1975-1999."
"Past restrictions on assistance to the
Indonesian military provided vital leverage to bolster
Indonesian reform efforts," the groups wrote. They
criticized last year's waiver by the administration of
congressional restrictions on military assistance.
The letter was organized by the East Timor
and Indonesia Action Network (ETAN). Among the
signers are Leadership Conference of Women Religious,
Torture Abolition and Survivors Support Coalition
International, United for Peace and Justice, Peace Action,
Pax Christi USA, School of the Americas Watch, Veterans for
Peace, Women's International League for Peace and Freedom,
and the West Papua Advocacy Team.
Background
In November 2005,
Congress agreed to continue
restrictions on foreign military financing (FMF) and
export of "lethal" military equipment to Indonesia until
human rights and other conditions were met. Two days after
the bill became law, the
Department of State issued a waiver removing these
restrictions. Congress had imposed various restrictions on
military assistance for Indonesia since 1992.
When issuing the waiver, the State
Department pledged that the Bush administration would
"carefully calibrate" any assistance to the Indonesian
military (TNI). Instead, the administration's actions have
demonstrated a policy of nearly unrestrained engagement with
the TNI.
In its final report,
East Timor's Commission for Reception, Truth and
Reconciliation called on countries to make military
assistance to Indonesia "totally conditional on progress
towards full democratisation, the subordination of the
military to the rule of law and civilian government, and
strict adherence with international human rights..."
ETAN advocates for democracy, justice and
human rights for East Timor and Indonesia. ETAN calls for an
international tribunal to prosecute crimes against humanity
committed in East Timor from 1975 to 1999 and for
restrictions on U.S. military assistance to Indonesia until
there is genuine reform of its security forces. For
additional background, see www.etan.org.
see also
Bush's Big Indonesian Photo-Op: Paving the Way for Further
Militarization and Environmental Devastation
Sejumlah
Organisasi Mendesak Presiden Bush untuk Tidak Menawarkan
Bantuan Militer kepada Presiden Indonesia
Agar Segera Disebarluaskan
Kontak: John M. Miller,
917-690-4391 (Telepon Genggam)
18 Nopember – Beragam
organisasi yang berbasis di Amerika Serikat mendesak
Presiden Bush agar dalam kunjungannya yang akan datang ke
Indonesia “tidak menjanjikan bantuan militer dalam bentuk
apa pun kepada angkatan bersenjata Indonesia”.
Presiden Bush akan bertemu
dengan Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono di Bogor
pada hari Senin.
Dalam sepucuk surat
kepada Bush, kelompok-kelompok hak asasi manusia, buruh,
agama, perdamaian, dan lain-lain, menyerukan bahwa
“pembatasan bantuan Amerika Serikat kepada militer Indonesia
adalah hal mendasar untuk mendukung reformasi militer,
akuntabilitas, dan penghargaan atas hak asasi manusia yang
konkrit, yang berkembang nyata di Indonesia dan Timor-Leste.
Kelompok-kelompok tersebut
mendesak presiden “untuk mempertahankan pengaruh bahwa
Amerika Serikat – menghentikan bantuan militer yang
bergengsi, yang meliputi pendanaan dan pelatihan militer
seperti IMET dan JCET – untuk menunjukkan bahwa komitmen
pemerintah Amerika Serikat atas isu-isu tersebut sangat
mendalam, bukan kata-kata semata tetapi merupakan tindakan
nyata.”
Surat tersebut juga
menyebutkan pelanggaran-pelanggaran hak asasi manusia oleh
pihak militer, keterlibatan militer dalam bisnis ilegal dan
milisi, serta sistem “komando teritorial” melalui mana
militer beroperasi sebagai pemerintah bayangan, menanamkan
pengaruh tidak sehat untuk memanfaatkan keadaan.
Menurut surat tersebut,
“Pengadilan Hak Asasi Manusia di Indonesia telah terbukti
tidak mampu mengadili militer dan polisi Indonesia yang
terlibat dalam pelanggaran serius hak asasi manusia…” . “Tak
seorang pun perwira senior yang dinyatakan bersalah atas
tindakan kejahatan melawan kemanusiaan dan kejahatan perang
yang dilakukan di Timor-Leste dalam kurun waktu 1975-1999.”
Kelompok-kelompok tersebut
menuliskan bahwa “pembatasan bantuan kepada militer
Indonesia yang sebelumnya dilakukan, memberikan pengaruh
vital dalam mendorong upaya-upaya reformasi di Indonesia.”
Mereka juga mengkritik langkah yang diambil oelh
pemerintahan Bush tahun lalu, yaitu membatalkan pembatasan
bantuan militer yang telah dimandatkan oleh Congress.
Penulisan surat tersebut
diorganisasikan oleh East Timor and Indonesia Action
Network (ETAN) (Jaringan Aksi Timor-Timur dan
Indonesia). Di antara para penandatangan adalah
Leadership Conference of Women Religious (Konferensi
Kepemimpinan Wanita Religius), Torture Abolition and
Survivors Support Coalition International (Koalisi
Internasional untuk Mendukung Para Korban serta Penghapusan
Penganiayaan), United for Peace and Justice (Kesatuan
untuk Perdamaian dan Keadilan), Peace Action (Aksi
Perdamaian), Pax Christi USA (Damai Kristus Amerika
Serikat), School of the Americas Watch (Sekolah
Pengamat Amerika), Veterans for Peace (Veteran untuk
Perdamaian), Women's International League for Peace and
Freedom (Liga Wanita Internasional untuk Perdamaian dan
Kebebasan), and the West Papua Advocacy Team (Tim
Advokasi Papua Barat).
Latar Belakang
Di bulan Nopember 2005,
Congress setuju untuk melanjutkan pembatasan
pendanaan militer asing (FMF) dan ekspor persenjataan
militer klasifikasi “mematikan” kepada Indonesia sampai
dengan hak asasi manusia dan persyaratan lainnya dipenuhi.
Akan tetapi, dua hari setelah rancangan undang-undang itu
menjadi undang-undang, Department of State
menerbitkan surat pembatalan, mengangkat pembatasan
tersebut. Congress telah menerapkan beragam
pembatasan atas bantuan militer ke Indonesia sejak 1992.
Ketika menerbitkan surat
pembatalan tersebut, State Department mempersyaratkan
pemerintahan Bush untuk “secara hati-hati menyesuaikan”
bantuan kepada militer Indonesia (TNI). Akan tetapi, dalam
kenyataannya, tindakan-tindakan yang diambil pemerintahan
Bush menunjukkan kebijakan untuk terlibat dengan TNI, tanpa
kekangan.
Dalam laporan akhirnya,
Komisi untuk Penerimaan, Kebenaran, dan Rekonsiliasi di
Timor Leste (CAVR) mengajak negara-negara asing yang
memberikan bantuan militer ke Indonesia untuk “mutlak
mengkondisikan bantuan itu dengan perkembangan menuju
demokrasi penuh, subordinasi militer di bawah hukum dan
pemerintah sipil, dan kepatuhan penuh terhadap hak asasi
manusia internasional…”
ETAN melakukan advokasi
bagi demokrasi, keadilan, dan hak asasi manusia bagi Timor
Timur dan Indonesia. ETAN mendesak agar pengadilan
internasional melakukan pengadilan atas kejahatan melawan
kemanusiaan yang dilakukan di Timor Timur sejak tahun 1975
sampai dengan 1999 dan bagi pembatasan bantuan militer
Amerika Serikat kepada Indonesia sampai dengan terjadi
reformasi sejati dalam tubuh angkatan bersenjata Indonesia.
Untuk tambahan informasi mengenai latar belakang ini,
silakan lihat
www.etan.org.
Juga lihat Pasang
Aksinya Bush di Depan Kamera Indonesia: Memperkokoh Jalan
bagi Militerisasi dan Penghancuran Lingkungan