Pernyataan
Bersama
Tentang
Penyerahan Laporan Komisi Kebenaran
dan Persahabatan
15 Juli 2008
Minggu ini laporan bilateral Komisi Kebenaran dan
Persahabatan (KKP) akan diserahkan kepada Presiden Indonesia dan
Timor-Leste. Laporan tersebut menyimpulkan bahwa kejahatan kemanusiaan
terjadi dimana kelompok militia dan militer Indonesia, polisi dan
pemerintah sipil bertanggungjawab secara institusional. Laporan tersebut
seharusnya dipublikasikan segera mungkin dan tidak berupaya untuk
menyerahkan tanggungjawab kejahatan di tahun 1999 dan sebelumnya.
Sementara Indonesia sebagai pihak yang paling
bertanggungjawab untuk merespon tantangan seperti disampaikan dalam
laporan terebut, kedua negara dan komunitas internasional harus
berkerjasama untuk memastikan tanggungjawab individu di masa lalu dan
mereformasi institusi-institusi ini di masa mendatang.
Komisi dibentuk oleh dua pemerintahan untuk
"menyelidiki kebenaran yang hakikiâ" tentang peristiwa 1999 "œdengan
alasan untuk mempromosikan perdamaian dan persahabatan."
Tahun 1999 milisi dibentuk, dilatih dan diarahkan oleh militer Indonesia
untuk menciptakan terror yang menyebabkan meninggalnya 1.400 orang,
ratusan bahkan ribuan orang yang terpaksa dipindahkan dan banyak lagi
infrastruktur yang dihancurkan. Menurut informasi yang ada, laporan ini
telah menemukan bahwa militer Indonesia telah berperan langsung atas
kejahatan tersebut.
Kegegalan Komisi yang didokumentasikan oleh kelompok
kami sendiri dan lainnya termasuk: mandat yang menempatkan prioritas
rehabilitasi pada beberapa nama pelaku diatas keadilan dan kompensasi
bagi kelompok korban; larangan menunjuk tanggungjawab individu atau
merekomndasikan pengadilan atau membentuk badan hukum; dengan kurangnya
perlindungan bagi saksi dan sempitnya focus pada peristiwa 1999.
Hasilnya, meskipun niat dari kedua bangsa untuk
menemukan "œkesimpulan yang sempurna"
dan melaporkan bahwa telah memberikan kontribusi untuk memberikan
pengertian yang lebih baik sehubungan dengan kekerasan, Komisi tidak
dapat menyebutkan pada akhirnya tentang tanggungjawab kekerasan di masa
lalu di Timor-Leste. Badan ini di design dengan banyak kekurangan untuk
mengidentifikasikan kebenaran atau memperoleh kesimpulan dengan bahasa
yang bermakna.
Namun, meskipun keterbatasannya, komisioner dari kedua
negara membuat upaya untuk menyaring informasi dan menghasilkan
kesimpulan yang cukup berarti. Dengan catatan, Komisi tidak menunjukkan
kekuasaannya untuk merekomendasikan amnesty kepada masing-masing
individu. Komisi telah menemukan militer Indonesia sebagai institusi
bertanggungjawab atas kejahatan kemanusiaan. Penemuan ini menunjukkan
kepada organisasi kami dengan dua kesimpulan yang cukup penting:
Sebuah institusi yang bertanggungjwab atas kejahatan
kemanusiaan meninggalkan kekuatan dan kekuatan yang tidak tereformasi di
dalam Indonesia sendiri. Meskipun
lamgkah-langkah yang cukup penting ini berlanjut pada jatuhnya Suharto,
seperti pemisahan polisi dari militer dan hilangnya kursi-kursi secara
otomatis di parlemen, militer telah membuat progress kecil dalam
menerima kontrol sipil, pemisahan atas kerajaan hukum yang massif dan
masalah illegal atau memastikan anggotanya bertanggungjawab pada
pelanggaran HAM.
Mekanisme hukum secepatnya dibutuhkan untuk menunjuk
tanggungjawab individu terhadap beberapa kejahatan.
Tanggungjawab individu adalah prinsip fundamental dari
hukum pidana internasional dan aspek esensi dari perdamaian. Beberapa
berimplikasi pada kekerasan yang memaintain posisi yang cukup
berpengaruh di Indonesia, baik dalam militer atau yang telah pensiun dan
menjadi sipil aktif dalam politik.
Hal ini juga penting untuk mencatat bahwa penemuan
Komisi ini bukan menjadi yang terakhir, dan bukan menjadi yang pertama.
Pada laporan tahun 2000 yang dilakukan oleh Tim Investigasi dari Komnas
HAM Indonesia mengidentifikasi kejahatan serius dan merekomendasikan
penyidikan terhadap beberapa sipil dan militer. Komisi Kebenaran Timor
Leste (CAVR) menghasilkan 200 halaman laproan komprehensif dengan
rekomendasi pertanggungjawaban dan reparasi yang semuannya belum
diimplementasikan. Kembali ke Serious Crimes Unit – UN di Dili
mengindikasikan bahwa pengadilan terhaddap individu-individu, beberapa
kebanyakan berada di Indonesia. Komisi ahli dari PBB menemukan bahwa
upaya Indonesia untuk bertanggungjawab, pengadilan HAM ad hoc "secara
manifestasi tidak cukup". Hanya satu terdakwa
yang berhasil di hokum oleh pengadilan itu, pemimpin milisi Eurico
Gutteres yang sekarang ini bebas dari dakwaan. Laporan CTF mencatat
kegagalan serius pada pengadilan Jakarta.
Kedua-duanya, Komisi ahli PBB dan CAVR mendesak
pengadilan internasional di bentuk jika Indonesia tidak bertindak
langsung menghukum para pelaku. Hal ini mungkin mengingat penemuan KKP
akan mempercepat pengadilan di Indonesia, idealnya kombonasi dengan
komunitas internasional untuk memastikan sumberdaya dan kredibilitasnya.
Namun, catatan Indonesia di wilayah ini cukup jelas dan ini tanda dari
komunitas internasional bahwa pengadilan internastional meninggalkan
pilihan yang kredibel.
Mereka yang terlibat kejahatan kemanusiaan melalui
invasi Indonesia dan okupasi Timor Leste harus diidentifikasi dan di
adili sebgai bagian pemenuhan keadilan bagi korban di masa lalu di Tmor
Leste dan untuk masa depan dimana HAM harus dihormati di Indonesia.
Komunitas internasional dan pemerintah Tmor-Leste harus memainkan peran
dalam memastikan kedua pengadilan dan reparasi bagi korban. Seperti
direkomendasikan oleh Komisi, Indonesia harus mereformasi angkatan
bersenjatanya lebih comprehensif.
Jika Indonesia ingin menutup dan menerima penuh
komunitas internasional sebagai hak menghormasti sesama bangsa, tidak
ada lagi alternatif selain mengakhiri impunitas melalui
pertanggungjawaban individu dan institusi.
Association HAK
Australian Coalition for Transitional Justice in
East Timor
East Timor and Indonesia Action Network
Human Rights First
Human Rights Working Group
Judicial System Monitoring Program |
International Center for Transitional Justice
The Commission for the Disappeared and the
Victims of Violence (Kontras)
Maria Afonso de Jesus, victims' families
representative
TAPOL
Timor-Leste University Students' Front
|